CINTAKU DITUNDA
HINGGA 12 FEBRUARI
Ismail
Hangatnya sang mentari
mengantarku menapaki lorong sempit tepat di depan rumah, jalan yang seolah
setia menerima kehadiranku untuk tetap berlalu dengan iringan kendaraan yang
berlalu lalang juga. Saat ini, aku “Toni” sosok “Penulis yang Tak terkenal”
begitu orang menyebutku. Entah itu merupakan sebuah doa atau sapaan belaka yang
merespon realita lika liku kehidupanku. Untuk kali ini aku akan membawakan
sebuah cerita. Cerita yang mungkin dapat kita jadikan pelajaran dalam urusan
cinta. Entah itu cinta sejati atau sekedar monyet-monyetan iringan masa remaja
putih abu-abu. Entah... anda yang berhak menjawab.
Kuayuhkan sepeda sekitar 15 menit menuju
sebuah gedung tingkat dua tempatku kini menuntut ilmu. Setelah kuparkirkan
kendaraan kesukaanku itu, kurapikan tas ransel serta seragam, tak lupa pula
mata keduaku. (baca: kacamata) akupun beranjak. Menyusuri koridor menuju ruang
kelas bukan hal baru untukku, namun untuk sekedar berlalu serta mendapat
sorotan mata dari orang-orang sekitar bagiku itu sebuah hal berat. Aku masih
terlalu ragu untuk membalas tatapan atau bahkan senyum mereka, bukan berarti
aku sombong atau bahkan takut. Bagiku itu berat saja. Aku tiba disebuah ruangan
yang menghentikan langkahku, ruang dengan pintu tertutup seakan menggambarkan
filosofi masa lalu ku, masa dimana aku juga anggota dari komunitas sekolah itu,
yakni “Seni Musik” namun sekarang tak lagi, insiden itu membuatku menyimpan
kebencian pada musik. Kebencian yang kini masih terurai dalam hatiku. Rasanya
kalau mengingatnya lagi serasa begitu perih.
“Hentikan...!!!”
Fikiranku menggubris, keningku mengkerut, mungkin ada benarnya, sebab aku juga
berjanji untuk berhenti mengingatnya lagi, namun acapkali ku berusaha
melupakan, sebuah ingatan terkadang lebih kuat untuk menyadarkan. Semangatku
seketika runtuh.
“Hei... Ngapain kamu
disini? Kekelas yuk !”
Gertakan dipundak
menyadarkanku untuk menghentikan kenangan dari masa lalu itu. Dan menuju
kekelas bersama Nino teman sebangku ku. Ia teman, sasaran untuk segala keluh
kesahku yang mampu menguburnya dalam-dalam, bukan berarti dia ahli kubur, namun
ia benar benar sosok sahabat terbaik seolah saudara bagiku.
“Kring...!!! Kring...
!!! Kring... !!!”
Bel berbunyi, pelajaran
pertama di mulai. Semuanya keluar, bukan berarti tak mau belajar, namun pagi
ini ada pelajaran “Musik”.
“Apa? Musik???”
Hatiku menggertak,
rasanya baru kemarin aku belajar pelajaran itu, namun ternyata seminggu
terulang kembali, pelajaran yang ku benci namun sangat kurindukan. Semua teman
sekelasku duduk di tempat masing-masing, aku berdiri di sudut pintu, aku masih menerka tempat penuh dengan kenangan
ini. Nino memanggilku, tepat di sudut bagian depan. Akupun duduk disampingnya
pelan, tak lama kemudian, guru bidang studi pun membagi kami dalam kelompok
ntah ini nyata atau hanya cerita belaka, aku sekelompok dengan Tania, Isma, Nino,
dan Anggi. Tergabung dalam kelompok yang namanya arransement, kami menyebutnya TINTA Arransement.
“T untuk aku Toni, I
untuk Isma, N untuk Nino, T untuk Tania dan A untuk kali ini Anggi, padahal
dulu “Anna”. Kenapa sekarang Tidak? Dimana Anna?” Bathinku
Kelompok ini
benar-benar telah meng-arransement ku pagi ini, aku sangat heran, ini benar-benar
aneh, aku tak tahu apakah masa lalu kini terulang kembali. Apa yang terjadi
pagi ini benar-benar mengingtakanku tentang kisahku setahun lalu.
Flashback
“....
Keputusan saya, yang mendapat kesempatan itu, Toni, Isma, Nino, Tania, dan
Anna. Toni vokalis Puta dan Anna untuk Putrinya. Saya rasa itu yang perlu saya sampaikan,
semoga Tim Musik kita dapat memperoleh juara tahun ini”
Pak Tria selesai
menyampaikan informasinya kepada seluruh anggota Seni Musik Sekolah. Siswa yang
namanya telah disebutkan megggambarkan wajah-wajah gembira, terutama aku.
Bagaimana tidak, kamilah yang terbilang orang-orang beruntung mendapat
kesempatan mewakili nama sekolah.
Kini semua sibuk
latihan, kami mempersiapkan diri sematang-matangnya pasalnya hari semakin
menggulung mendekati hari yang dimaksud.
“3 hari lagi... !!!”
Semua menghela nafas
panjang, terus latihan dan mencoba berulang kali, Aku serta Anna begitu
menghayati lagu yang kami bawakan. Sebuah lagu karya kami sendiri, lirik yang
menyatakan sebuah hubungan terpaksa terhenti. Aku menatap mata Anna. Saat itu pula lah benih cinta
tumbuh di hatiku. Anna seakan memberiku harapan, namun ku masih ragu untuk
menyatakan perasaan ini dan fokus untuk lomba.
Sorak sorai atas sebuah
lomba seni terdegar riuh bersemangat, sejauh ini penampilan terbaik dari
seluruh peserta membuat suasana semakin memanas, hingga Team Sekolahku pun
bersiap memberikan penampilan terbaik kami.
Setelah berdoa dan
menghela nafas, kami naik ke panggung, menaiki beberapa anak tangga hingga
berada di posisi masing-masing. Mentari hangat, udara sejuk dan angin sepoi.
Petikan gitar oleh tangan terampil Nino memulai penampilan, Suara merduhku dan
Anna membuat para hadirin terpukau, alunan musik slow yang kami tampilkan
membuat suasana tenang, ending lirik memaksa Anna harus meneteskan air mata
sekaligus menutup penampilan spektakuler kami.
Hari ini benar hari bahagiaku
Hari dimana aku harus beranjak pergi
Meninggalkanmu sendiri tanpa ragaku
Namun kusyukuri detik ini ku sempat melihat
kedipanmu.
Semua bertepuk tangan,
ada pula yang menghapus air mata terharu karena lirik dan penjiwaan vokal dari kami
begitu dalam, nyanyian ini seolah mengetuk pintu hati semuanya, mengubah suasana
panas sedari tadi menjadi lebih tenang.
Pengujung acara,
pemenang lomba pun akan di umumkan, MC membuka amplop bertuliskan pemenang,
suasana menjadi tegang, juara tiga dan dua telah disebutkan, kini saatnya yang
juara satu, Tania membuka mulut.
“Hm... Tak mungkin itu
kita”
Semua mengiakan, seolah
pesisimis akan penampilan yang telah kami bawakan tadi.
“Selamat untuk
S...M...A...... Suka Jaya, Juara satu untuk Lomba Musik Abu-abu tahun ini...
!!!”
Aku terbelalak,
teman-temanku berteriak kencang, meloncat dan mati gaya, Anna memelukku
kencang, nafas ini rasanya putus. Namun ada yang aneh, pelukannya membuatku
bingung atas perasaan barusan. Kami naik kepanggung menerima piala dan hadiah.
Rasa bahagia tentunya mengukir di wajah kami, kenyataan ini mengubah persepsi
pesimis tadi menjadi sesuatu yang luar biasa senangnya. Tenyata, usaha yang
berat kemarin yang kami lalui berujung manis saat ini. Kamipun berpelukan
menuai kebahagiaan bersama atas kemenangan itu.
Waktu terus berputar,
kebersamaan kami menjadi sebuah persahabatan yang erat. Semua karena musik,
musiklah yang mempersatukan kami dan mempersatukan hatiku dengan Anna yang
merupakan kenyataan yang tak akan terjadi (baca : Khayalan). Hari terus
berganti lamban, rasa ini terus merekah dalam relung hatiku, rasanya ingin
tumpah dan menempatkannya pada tempat yang sebenarnya yakni di hati Anna.
“Tembak aja, Ton. Kalau
beneran cinta segera maju, kalau tidak silahkan minggir beri jalan buat yang
lain.”
Benar yang dikatakan
Nino, saat ini kuharus bertindak, ku harus mengungkapkan perasaan ini dan
kuyakin kebersamaanku dengan Anna kelak akan menabur kebahagian di jalan hidup
kami berdua.
***
Waktu terus bergulir,
namun kehadiran Anna tak kunjung datang. Kemana dia? Tak hadirnya serasa
membuat duniaku kosong. Hingga kesabaranku pun pupus setelah melihatnya
kembali, perasaanku mulai agak tenang. Kini saatnya kuharus mengungkapkan
perasaan ini. 05 Februari, Tepat di ruang seni, ku memulai pembicaraan dengan
menyanyikan lagu kesukaan Anna, “Aku dan perasaan ini” dari Repvblik, hingga
kata sederhana yang romantis itu kuucapkan, setangkai bunga menjadi pengantarku
untuk benar-benar menyatakan perasaanku.
“Na, ku semakin sakit
dengan rasa ini, ketukan dari hatiku memintaku untuk segara mengungkapkan bahwa
aku sangat menyukaimu, will you be my girlfriend?”
Anna hanya terdiam,
menunduk tak sedikitpun menatapku.
“Bukan berarti aku
menolakmu beri aku waktu untuk menjawabnya seminggu lagi. Beri aku waktu”
Anna pergi berlalu,
sedang aku hanya terdiam dan tak sanggun berkata-kata lagi, mungkin aku harus
bersabar lagi. Cinta butuh waktu dan proses, jadi bersabarlah.
Hari telah berputar
tujuh kali, jawaban singkat dari Anna pun akan menjawab teka-teki cinta
pertamaku ini. Baru kusadari, begitu istimewanya cinta ini hingga harus ditunda
hingga 12 Februari hari ini. Hari yang berkesan, Kumenuju ke ruang musik, bernyanyi kecil dan bermain
piano. Namun, kehadirannya yang ku tunggu itu tak kunjung datang, aku cemas dan
mencoba mencari tentang dimana keberadaannya saat ini, dunia seakan tutup mulut
dan bertingkah bodoh seolah tak mengerti, kesabaranku telah habis rasa cinta
itu telah perlahan pupus. Sudah terlalu lama kumenunggu, haruskah ku menantikan
cinta yang tak kunjung datang itu?
Setelah kejadian itu,
aku sangat membenci musik, bagiku musik tak seindah alunan yang aku dengar
selama ini, musik yang ku kenal telah mempertemukan ku dengan cinta itu dan tak
mampu untuk menyatukan. Hidup yang kujalani ini laksana musik tanpa lirik, atau
bahkan dentuman yang hanya di dengar tiada arah. Kehidupan cintaku mengubah
persepsi baikku terhadap musik sejak cintaku ditunda hingga 12 Februari ini.
Para sahabatku pun hanya menutup rapat-rapat tentang kematian Anna yang penuh
misteri tanpa sepengetahuanku. Kini ku hidup tanpa arah, kuhanya mengikuti arah
kaki melangkah, laksana benang halus yang terhempas tiada arah. Semoga Tuhan
menyaksikan betapa kelamnya hidup ku ini. Dan menyadiakanku sebidang tempat
untukku bahagi kelak.
TAMAT
Langkah pelan ku
hentikan sejenak, memandang sudut sudut gedung tempat kakiku kini melangkah.
Tiada yang berbeda, suana koridor ini sama sejak sebulan lalu ku tinggalkan,
entah kemana. Sehari bagaikan sebulan, sebulan bagaikan setahun. Begitulah
sebuah kerinduan. Keadaan sakit memaksaku untuk meninggalkan semua aktivitasku
dengan cukup berbaring sesekali duduk sejenak. Kesehatan benar-benar harta
tiada harga, keadaan yang memilukan membuatku sengsara. Kini itu seakan menjadi
lembaran yang akan mengingatkanku di kemudian. Inilah hidup.
Kehadiranku di tempat
ini membuatku tak yakin dan tak percaya.
Langkah ini kuragukan, selama
beberapa minggu menyadarkanku akan kehadiran dalam sebuah kebersamaanku. Aku
tak yakin, apakah dunia masih mengenalku?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar